Jakarta –
Apakah penurunan tajam kasus virus corona di India sedrastis yang dipikirkan sebagian kalangan?
Apakah pandemi memang telah berkurang di negara yang menurut prediksi para pakar di awal wabah, akan menyebabkan jutaan orang meninggal akibat Covid-19?
Oktober tahun lalu, saya telah banyak menulis soal mengapa pandemi tampak mulai menurun di India.
Jumlah kasusnya sudah mencapai rekor tertinggi di pertengahan September tahun lalu – lebih dari sejuta kasus aktif. Sesudah itu, jumlah kasus baru dan kematian harian mulai menurun di tengah pengetesan yang teratur dan beberapa lonjakan yang singkat dan kuat di beberapa kota seperti Delhi.
Sejak saat itu situasinya membaik.
Pertengahan pekan lalu, India mencatat kasus Covid harian rata-rata 10.000. Dalam tujuh hari berturut-turut, rata-rata kematian harian akibat penyakit itu menjadi di bawah 100.
Lebih dari setengah total negara bagian di India tidak mencatat adanya kematian akibat Covid. Selasa lalu, Delhi, yang sempat menjadi titik utama penularan, untuk kali pertama dalam 10 bulan terakhir, tidak melaporkan adanya satu kasus pun kematian akibat Covid.
Hingga kini, India telah mencatat lebih dari 10 juta kasus – terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Data kematian tercatat lebih dari 150.000 kematian.
Jumlah kematiannya per satu juta jiwa berada di angka 112, jauh lebih rendah dari yang terjadi di Eropa maupun Amerika Utara. Jelas pula bahwa turunnya kasus di India bukan karena tingkat pengetesan yang rendah.
Kebanyakan pandemi biasanya naik dan turun dalam kurva berbentuk lonceng. Tidak terkecuali di India.
Negara ini juga mengalami tingginya proporsi kasus dan kematian warga berusia di atas 65 tahun yang tinggal di kota-kota berpenduduk padat, mengikuti tren infeksi di seluruh dunia.
“Tidak ada yang ganjil mengenai turunnya penularan di India. Tidak ada yang ajaib,” kata virolog terkemuka Dr Shahid Jameel.
Kalangan pakar menyatakan belum ada penyebab pasti terkait menurunnya tingkat penularan dan jumlah kasus di India.
BBC
“Kami masih belum memiliki penjelasan yang kausal. Tapi yang kami tahu, India sebagai sebuah negara masih jauh dari herd immunity,” kata Bhramar Mukherjee, profesor biostatistika dan epidemiolog di University of Michigan, Amerika Serikat, yang telah memantau pola pandemi.
Herd immunity terjadi setelah sebagian besar dari suatu komunitas menjadi kebal dari suatu penyakit melalui vaksinasi atau melalui penyebaran penyakit secara massal.
Mengapa India masih jauh mencapai herd immunity?
Survei serologi terbaru – studi yang berbasis antibodi – menunjukkan bahwa 21% orang dewasa dan 25 anak-anak telah tertular Covid-19.
Ditemukan juga bahwa 31% orang yang tinggal di pemukiman kumuh, 26% kaum urban yang tidak menghuni pemukiman kumuh, dan 19% yang tinggal di luar kota telah terpapar virus tersebut.
Itu masih di bawah 50% – angka yang dilaporkan di sejumlah kota-kota yang lebih besar, seperti Pune dan Delhi.
Di sini, ada bukti tingkat keterpaparan yang jauh lebih tinggi atas virus tersebut, menandakan bahwa tempat-tempat tersebut tampaknya kian dekat ke herd immunity.
Namun, kalangan pakar menilai angka-angka tersebut masih terlalu rendah.
“Tidak ada daerah di negara itu yang bisa dianggap telah mencapai herd immunity, walau di tempat-tempat kecil mungkin saja terjadi,” kata Dr K Srinath Reddy, Ketua Yayasan Kesehatan Masyarakat India, suatu lembaga pemikir berbasis di Delhi, kepada saya.
Jadi mereka yang masih belum terpapar virus di tempat-tempat yang memiliki tingkat infeksi yang tinggi mungkin tetap terlindungi di komunitasnya, namun bisa menjadi rentan bila pergi ke wilayah-wilayah yang tingkat penularannya lebih rendah.
Lalu, mengapa kasusnya menurun?
Menurut kalangan pakar, bisa jadi ada dua penyebab.
Salah satunya, India telah mengalami pandemi “tambal sulam” yang mana jumlah kasusnya muncul dan redup di waktu dan wilayah yang berbeda.
Makin banyak orang yang tertular di perkotaan – terutama di pemukiman kumuh – maupun di wilayah-wilayah yang sudah maju ketimbang di pedesaan.
Di semua tempat tersebut, keterpaparan mereka atas virus sangat bervariasi. Kasus-kasusnya kini melambat di kebanyakan wilayah perkotaan, namun pedesaan India masih tetap jadi misteri.
BBC
“Firasat saya adalah paparan atas penularan itu jauh lebih tinggi dari yang ditunjukkan survei. Juga, kita jangan nilai kasus yang di India hanya dari satu kesatuan. Di beberapa kota seperti Delhi, Mumbai, Pune, dan Bangalore, hingga 60% warganya telah ditemukan antibodi atas virus tersebut. Jadi semuanya masih sangat timpang,” kata Dr Shahid Jamee, virolog terkemuka.
Penjelasan lainnya adalah India telah dan terus kesulitan memantau banyak kasus, sebagian besar karena banyak mereka yang terpapar tidak menunjukkan gejala sama sekali atau tergolong sangat ringan.
“Bila memiliki banyak kasus ysang bergejala sangat ringan atau asimtomatik, kita mungkin telah mencapai ambang herd immunity. Bila itu yang terjadi, kita masih harus jelaskan, mengapa begitu banyak kasus dengan gejala yang sangat ringan di India?” tanya Partha Mukhopadhyay, peneliti senior di Centre for Policy Research di Delhi, yang mempelajari pandemi.
Apakah rendahnya tingkat kematian jadi misteri?
Kebanyakan ilmuwan yakin bahwa lebih banyak warga India yang meninggal akibat Covid-19 daripada jumlah yang diumumkan resmi. India terkenal punya catatan buruk dalam melaporkan kematian dan banyak warga yang meninggal di rumah.
Kendati demikian, hal itu tidak sampai menimbulkan kepanikan masyarakat atau membuat rumah sakit jadi kewalahan.
Bayangkan, India memiliki 600.000 desa. Namun sistem kesehatan masyarakatnya tidak sampai kewalahan bila ada satu kematian yang terdiagnosis dan tidak dilaporkan di masing-masing desa setiap hari.
India menerapkan razia dan penutupan akhir Maret tahun lalu untuk menahan laju penyebaran virus Covid-19. Kalangan ilmuwan yakin bahwa penutupan itu, yang berlangsung selama hampir 70 hari, benar-benar mencegah lebih banyak lagi penularan dan kematian.
Penularan jadi melambat di kota-kota yang tergolong parah karena makin meluasnya kewajiban pakai masker wajah, jaga jarak fisik, penutupan sekolah dan kantor serta memaksa warga kerja dari rumah.
Para ilmuwan yang menilai turunnya tingkat kematian akibat banyaknya populasi kaum muda, imunitas yang terlindungi, banyaknya pedesaan yang sulit dijangkau dari kota-kota besar, faktor genetika, kebersihan yang buruk, dan cukup protein pelindung paru-paru.
Umat Hindu di India untuk perayaan Kumbh Mela saat jumlah kasus harian Covid-19 turun. (Reuters)
Sejumlah studi mengungkapkan bahwa penularan itu kebanyakan disebarkan oleh virus yang berada di ruang tertutup maupun cipratan ludah yang berada di udara dalam ruangan berventilasi buruk.
Namun lebih dari 65% warga India yang tinggal dan bekerja di pedesaan. Brazil, contohnya, wilayah perkotaannya hampir tiga kali lipat lebih banyak dari India dan itu sebagian bisa menjelaskan tingginya jumlah kasus dan kematian di negara Amerika Latin itu, ungkap para ilmuwan.
Di perkotaan, mayoritas tenaga kerjanya terlibat dalam ekonomi informal. Ini berarti banyak dari mereka, seperti pekerja konstruksi atau pedagang kaki lima, tidak bekerja di tempat-tempat tertutup.
“Risiko penularan lebih rendah bagi mereka yang bekerja di tempat terbuka atau yang berventiliasi setelah tertutup,” kata Dr Reddy.
Apakah India sudah menghindari gelombang kedua?
Terlalu dini untuk mengatakannya.
Kalangan pakar khawatir bahwa India bisa mengalami lonjakan infeksi dengan dimulainya musim hujan, yang juga menandai awal musim influenza di negara itu. Ini berlangsung dari Juni hingga September dan mendatangkan malapetaka banjir di seluruh penjuru Asia Selatan setiap tahun.
“Awal musim hujan akan datang bakal menjadi masa kritis. Kami hanya membuat penilaian yang berdasarkan informasi apakah pandemi benar-benar telah menyebar di India setelah musim berakhir,” kata seorang epidemiolog yang tidak ingin disebutkan namanya.
Masalah besar yang patut diwaspadai, menurut kalangan ilmuwan, adalah varian-varian baru virus yang dilaporkan di Afrika Selatan, Brazil, dan Inggris.
Saat banyak warga India yang belum terpapar Covid-19, varian dominan bisa dengan mudahnya bergerak ke wilayah-wilayah yang belum terinfeksi dan memicu pecahnya wabah baru.
India telah melaporkan lebih dari 160 kasus varian dari Inggris hingga akhir Januari lalu.
Tidak jelas apakah varian lainnya sudah beredar juga? India pun bisa dengan mudahnya memiliki varian-varian baru yang tumbuh di dalam negeri.
India telah mencatat lebih dari 10 juta kasus virus corona. (Reuters)
Varian Inggris itu ditemukan di Kent pada September tahun lalu, namun jadi penyebab bagi pecahnya gelombang kedua di negara itu dua bulan kemudian.
Sejak itu varian tersebut ditemukan di lebih dari 50 negara, dan kini bakal menjadi varian dominan yang baru di tingkat global.
India memiliki cukup banyak laboratorium ilmiah, namun pengurutan genomnya masih belum jelas, kata para ilmuwan.
“Varian baru itu masalah besar. Ini bisa menjungkirbalikkan semua kalkulasi kita. Maka kita harus lebih waspada dan laboratorium-laboratorium kita harus meningkatkan pengurutan genome untuk mencari varian-varian baru,” kata Dr Jameel.
Jelasnya, India perlu mempercepat gerakan vaksinasi. Enam juta vaksin sudah diberikan tidak sampai sebulan. Pemerintah menargetkan 300 juta orang sudah disuntik hingga Agustus mendatang untuk memastikan gelombang kedua tidak sampai memperluas penularan.
Dan jangan sampai langsung berpuas diri. Para dokter dan ilmuwan mendesak masyarakat untuk jangan dulu kumpul-kumpul atau berada di wilayah ramai orang serta terus memakai masker dan selalu mencuci tangan.
Simak juga video ‘Pfizer Tarik Permohonan Vaksin COVID-19 di India’:
(ita/ita)