ArahKompas.com – Pemisahan jalur politik antara Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak berdampak pada perolehan suara PDIP. Meski demikian, PDIP masih tetap kuat dalam persaingan politik dengan berpotensi untuk meraih hattrick kemenangan dan kemungkinan memimpin parlemen di Senayan. Hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei seperti Litbang Kompas, Charta Politika, Indikator, LSI, Poltracking, dan Populi Center menempatkan PDIP sebagai partai dengan perolehan suara tertinggi, yakni sebesar 16,35 persen menurut Litbang Kompas.
Diikuti oleh Partai Golkar (14,63 persen), Partai Gerindra (13,51 persen), dan Partai Kebangkitan Bangsa (10,72 persen). Meskipun demikian, hasil ini berbanding terbalik dengan perolehan suara dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dimana pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang didukung oleh PDIP berada pada posisi terendah dengan hanya mendapatkan 16,31 persen suara menurut Litbang Kompas, jauh tertinggal dari pasangan nomor urut 01 (25,21 persen) dan nomor urut 02 (58,48 persen).
Terjadi fenomena menarik di beberapa wilayah yang biasanya menjadi basis kuat PDIP, seperti Jawa Tengah dan Bali. Meskipun PDIP meraih suara tertinggi, namun suara untuk pasangan Ganjar-Mahfud kalah dengan pasangan Prabowo-Gibran. Hal ini sebelumnya telah diprediksi bahwa pasangan nomor 03, Ganjar-Mahfud, akan terpengaruh oleh memburuknya hubungan politik antara Megawati dan Jokowi.
Kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi yang tinggi, yang semula cenderung menguntungkan Ganjar, kini beralih mendukung Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi. Keberadaan Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto, mantan rival politik Jokowi, menunjukkan campur tangan yang signifikan dari Jokowi dalam memastikan kesuksesan putranya.
Diperkirakan bahwa Jokowi tidak akan membiarkan putranya terlibat dalam pertarungan Pilpres 2024 tanpa dukungan yang kuat. Sehingga, kehadiran Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto tidak terlepas dari peran serta Jokowi dalam proses politik tersebut.
Meskipun demikian, banyak pihak menyatakan kecurigaan terhadap integritas Pilpres 2024, dengan tuduhan bahwa Jokowi memanfaatkan posisinya untuk memenangkan pasangan 02, Prabowo-Gibran. Namun, hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa pasangan 02 berhasil meraih suara tertinggi, bahkan diprediksi mampu memenangkan Pilpres dalam satu putaran.
Sebelumnya, diperkirakan bahwa langkah politik Jokowi tidak hanya akan memengaruhi Pilpres, tetapi juga pemilihan anggota legislatif (pileg), dimana suara untuk PDIP diprediksi akan terdampak oleh keretakan hubungan antara Megawati dan Jokowi. Para pemilih yang sebelumnya mendukung Jokowi kemungkinan akan beralih meninggalkan PDIP mengikuti arah politik Jokowi.
Dalam konteks ini, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpin oleh Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, diyakini akan menjadi salah satu pihak yang mendapat manfaat elektoral dari situasi ini. PSI dengan tagline “PSI Partai Jokowi” yang tersebar luas di berbagai daerah merupakan strategi politik untuk memanfaatkan perpecahan dalam PDIP. Dengan demikian, PSI dianggap sebagai kendaraan politik yang disiapkan oleh Jokowi pasca-Pemilu 2024.
Baca juga: Menyongsong Pemilu Damai 2024: Partisipasi Aktif Untuk Masa Depan Bangsa
Sumber: Kompas.