Jakarta – Perjuangan para pengemudi ojek online (ojol) di Indonesia, khususnya di Jabodetabek, mengambil sorotan utama saat mereka mendesak pemerintah dan para pemangku kebijakan agar memperhatikan tantangan legalisasi profesi ojol dengan slogan besar #LegalkanProfesiOjol. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merespons dengan suara yang terdengar samar terkait aksi yang diinisiasi oleh pengemudi dan kurir ojol se-Jabodetabek yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 28 Agustus 2024.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, mengungkap bahwa ia belum mendapatkan informasi yang konkret. “Yah, saya belum dengar. Biasanya kalau mau tampil, undang saya,” kata Indah di Kompleks DPR, Jakarta, pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Kemelut ini menimbulkan serangkaian pertanyaan yang menuntut klarifikasi terkait status hukum Ojol. “Saya kira sah, kalau naik ojek pesan makanan tidak sah, tidak sah, tidak. Sah. Yang tidak sah,” ujar Indah, yang menambahkan bahwa profesi ojol diakui sebagai pekerja.
Namun, rincian mengenai penegasan status mereka sebagai rekanan atau senior masih terkatung-katung. Indah tidak bisa memberikan jawaban yang pasti namun menekankan, “Karena sudah menjadi kenyataan dan tren di dunia, bahkan di setiap negara yang terdapat platform pekerja digital,” yang menunjukkan adanya potensi pengakuan profesi ojol secara lebih luas.
Sementara itu, Kapolri, Igun Vichaksono memberikan pernyataan pada 28 Agustus 2024, menunjukkan solidaritas dengan para pengemudi. “Pada Kamis 29/8/2024, beberapa kelompok mitra ojek online dan kurir lokal di Jabodetabek akan menggelar aksi damai dengan tuntutan yang ditujukan kepada perusahaan pemohon dan pemerintah,” ucap Igun. Igun turut menyebutkan bahwa saat ini pemerintah belum dapat menanggapi rasa keadilan kesejahteraan mitra karena dianggap “ilegal tanpa ada legal standing berbentuk undang-undang.” #LegalkanProfesiOjol
Baca juga: Kedamaian Indonesia Kita: Inspirasi dari #SeruanIndonesiaDamai Menyusul Putusan MK!
Sehari sebelum jadwal aksi unjuk rasa besar-besaran, aktivitas di beberapa titik seperti Stasiun Sudirman masih berlangsung normal. Namun, dampak pada ketersediaan layanan ojol diperkirakan akan dirasakan seiring waktu berlangsungnya aksi. Ibarat mengurai benang kusut, tuntutan utama yang diangkat oleh pengemudi ojol yaitu penghapusan tarif rendah untuk empat kilometer pertama dan legalisasi profesi mereka menuntut tanggapan cermat dari pemerintah.
Ditengah perputaran roda ini, tantangan yang dihadapi oleh pengemudi perempuan, terutama para ibu ojol, mendapat perhatian tersendiri. Dengan kesetaraan gender sebagai salah satu fokus, mereka menghadapi kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi, sementara tetap harus memenuhi tanggung jawab dalam kehidupan domestik mereka.
Sebagai bagian dari komitmen terhadap Kesetaraan Gender (SDG 5), kebijakan “jaminan pendapatan dasar” mungkin bisa memberikan solusi terhadap ketidakpastian penghasilan yang dihadapi oleh ibu ojol. Kesejahteraan, hak-hak pengemudi ojol, keselamatan kerja, hingga perlindungan sosial perlu menjadi bagian dari diskusi tentang regulasi profesi ini.
Perusahaan seperti Gojek, yang memberikan layanan reguler meski menghadapi aksi mogok, harus mempertimbangkan dampak sosial dari aksi hari ini. Diharapkan aksi tersebut dapat berjalan damai dan mendapat perhatian yang layak dari semua pihak. Perdebatan tentang legalitas dan kesejahteraan para pengemudi ojol melalui hashtag #LegalkanProfesiOjol dan pembahasan UU Profesi Ojol diharapkan membawa kemajuan menuju solusi yang adil dan berkelanjutan.