Arahkompas.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dijadwalkan mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam rapat paripurna pada Selasa (18/11/2025). Agenda tersebut telah dipastikan oleh Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, yang menyampaikan bahwa penetapan jadwal telah melalui rapat pimpinan. Ia menegaskan, keputusan pada tingkat II akan dilakukan karena seluruh tahapan sebelumnya telah selesai dibahas.
Cucun mengatakan, keputusan itu merupakan lanjutan dari pengambilan keputusan tingkat I yang dilakukan bersama pemerintah. Oleh sebab itu, tahap akhir pembahasan di rapat paripurna tinggal menunggu pengesahan sesuai prosedur. Menurutnya, mekanisme pembahasan RKUHAP sejauh ini sudah berjalan sesuai aturan dan tidak mengalami hambatan berarti.
Sebelumnya, pada Kamis (13/11/2025), Komisi III DPR RI bersama pemerintah telah menyepakati seluruh substansi perubahan dalam RKUHAP. Kesepakatan itu mencakup finalisasi 14 substansi utama yang menjadi kerangka pembaruan hukum acara pidana di Indonesia. Setelah proses tersebut tuntas, rancangan undang-undang kemudian dibawa ke pembahasan tingkat II untuk ditetapkan sebagai produk legislasi.
Laporan Koalisi Masyarakat Sipil Tidak Pengaruhi Agenda
Di sisi lain, laporan Koalisi Masyarakat Sipil kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap Komisi III tidak berdampak pada agenda pengesahan. Cucun menyampaikan bahwa proses legislasi tetap berjalan karena laporan itu berada di ranah etika, bukan pada mekanisme perumusan undang-undang. Ia memastikan, MKD tetap memproses laporan tersebut sesuai aturan, namun tidak menghambat agenda pengambilan keputusan di paripurna.
Cucun juga menjelaskan bahwa masyarakat masih memiliki ruang untuk menguji materi undang-undang apabila merasakan adanya ketidaksesuaian. Menurutnya, Mahkamah Konstitusi tetap menjadi jalur konstitusional yang dapat ditempuh publik untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme uji materi. Ia menegaskan bahwa prosedur tersebut merupakan bagian dari sistem checks and balances yang telah diatur dalam konstitusi.
14 Substansi Utama Pembaruan RKUHAP
Dalam proses pembahasan, Panitia Kerja RKUHAP menyepakati 14 substansi utama yang dianggap sebagai fondasi modernisasi hukum acara pidana. Substansi tersebut dirancang untuk menyesuaikan proses peradilan pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
Pertama, terdapat penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan zaman serta harmonisasi terhadap KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif. Substansi berikutnya menegaskan diferensiasi fungsi dalam sistem peradilan pidana, mulai dari penyidik, penuntut umum, hingga advokat dan hakim.
Selain itu, terdapat perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum agar koordinasi antar-lembaga semakin kuat. RKUHAP juga memperkuat hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman serta kekerasan dalam setiap tahap pemeriksaan.
Penguatan peran advokat sebagai bagian integral dari sistem peradilan pidana turut dimasukkan sebagai poin penting. Rancangan tersebut juga memuat pengaturan mekanisme keadilan restoratif, perlindungan khusus bagi kelompok rentan seperti anak, perempuan, penyandang disabilitas, dan lansia.
Substansi lainnya mencakup perbaikan pengaturan upaya paksa melalui prinsip due process of law, pengaturan pengakuan bersalah, penundaan penuntutan korporasi, serta pertanggungjawaban pidana korporasi. Selain itu, RKUHAP memperkuat ketentuan mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban.
Di bagian akhir, pembaruan hukum acara pidana ini juga memuat langkah modernisasi peradilan, termasuk penggunaan teknologi untuk mendukung proses yang cepat, transparan, efisien, dan akuntabel.
Menunggu Pengambilan Keputusan
Dengan seluruh proses pembahasan telah selesai, rapat paripurna hari ini menjadi tahap akhir dari perjalanan panjang penyusunan RKUHAP. DPR berharap pengesahan regulasi tersebut dapat memperkuat sistem hukum acara pidana dan menjawab kebutuhan pembaruan hukum yang lebih adaptif terhadap perkembangan masyarakat.
Keputusan paripurna akan menjadi penentu untuk mengesahkan regulasi baru yang disebut-sebut sebagai salah satu perubahan signifikan dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

