Klaten

Di perbatasan Desa Jombor dan Pokak, Kecamatan Ceper, Klaten, terdapat satu lintasan sebidang kereta api (KA) yang unik. Dari belasan perlintasan KA yang ada di Klaten, perlintasan itu satu-satunya yang punya julukan.

Lintasan KA yang menjadi jalur alternatif penghubung Jalan Yogya-Solo ke Kecamatan Pedan itu dijuluki pelintasan Mbah Ruwet. Meskipun mendapatkan julukan Mbah Ruwet, lintasan itu sepintas terlihat tidaklah ruwet.

Berada di jalan desa yang lurus dengan lebar jalan sekitar enam meter membuat jalur tersebut ramai dilalui kendaraan selama 24 jam. Baik warga yang hendak bekerja, ke pasar atau ke sawah.

Di barat lintasan beberapa pabrik berdiri sejak beberapa tahun terakhir. Sementara di timur lintasan masih berupa sawah ladang dan jarak terdekat dengan dusun yaitu Dusun Pokak sekitar 400 meter.

Pengguna jalan di lintasan, dari barat dan timur relatif tidak terhalang jika ada kereta datang. Sebab kontur jalannya yang rata dan hanya sedikit menanjak dari arah timur.

Di barat lintasan sisi utara jalan ada pos jaga linmas desa. Di pos dipasang pesawat handy talkie (HT) dan di dekat pos dipasang portal terbuat dari batang bambu untuk menutupi lintasan saat kereta api melintas.

Lalu kenapa dijuluki pelintasan Mbah Ruwet? Penjaga palang pintu lintasan, Sutarno (62), mengatakan julukan Mbah Ruwet diberikan warga karena di lokasi sering terjadi pertemuan kereta api dari dua arah.

“Namanya Mbah Ruwet sebab di sini sering papasan (bertemu) dua kereta api melintas berlawanan. Jadi ruwet dan sering terjadi kecelakaan,” ungkap Sutarno pada detikcom, Kamis (11/2/2021).

Lintasan KA Mbah Ruwet di Klaten, Kamis (11/2/2021).Lintasan KA Mbah Ruwet di Klaten, Kamis (11/2/2021). Foto: Achmad Syauqi/detikcom

Sutarno menceritakan lokasi sejak dulu relatif rata dan pandangan penyeberang tidak terhalang. Tapi faktanya sering terjadi kecelakaan.

“Tapi namanya Mbah Ruwet ya diruwetkan. Sejak saya kecil juga sudah disebut begitu,” lanjut Sutarno.

Dulu lokasi perlintasan itu ada di tengah sawah dan belum banyak pabrik seperti saat ini. Di timur ada rumah tua tapi sudah hilang.

“Dulu timur lintasan ada rumah warga tapi sekarang sudah hilang. Di barat ada bangunan jaman Belanda juga sudah tidak ada,” ujar Sutarno.

Karena berada di tengah sawah, lintasan itu dulunya jarang dilalui orang karena takut begal.

“Dulu tidak aman banyak begal. Sekarang sudah ramai banyak pabrik,” jelas Sutarno.

Selengkapnya di halaman selanjutnya…

Artikel sebelumyaGemuruh Muncul di Langit Sarijadi Bandung, Ini Suaranya
Artikel berikutnyaJerit Penjual Sex Toys di Surabaya Terdampak Pandemi COVID-19
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments