Jakarta –
Sepekan berlalu sejak diluncurkan, antusias pembaca detikcom terhadap rubrik detik’s Advocate luar biasa. Salah satunya seorang pembaca yang menanyakan soal hak karyawan dalam perusahaan. Bagaimana ceritanya?
Pertanyaan itu ditanyakan oleh warga Jakarta, H. Dia menanyakan hukum seorang pengusaha yang tidak menyetorkan premi karyawan ke Jamsostek. Berikut pertanyaan lengkapnya:
Salah seorang kenalan pemilik perusahaan (Pengusaha) tidak menyetorkan/membayarkan biaya (iuran/premi) Jamsostek yang sudah dipotong dari gaji karyawan perusahaan. Kemudian mendapat tuntutan dari karyawan yang dirumahkan karena saat mengajukan ke Jamsostek atau mencoba mencairkan dana ditolak.
1. Dalam masalah yang tersebut apakah masuk hukum perdata atau hukum pidana ?
2. Dan apabila perusahaan menyelesaikan kewajiban pembayarannya ke Jamsostek, apakah kasusnya masih bisa diteruskan oleh mantan karyawan ?
3. Apa dasar hukumnya dan bagaimana seharusnya penyelesaiannya?
Terima Kasih sebelumnya
Untuk menjawab hal di atas, tim detik’s Advocate menanyakan kepada advokat Raden Suparman, S.H., M.H., salah satu Tim Hukum Hendropriyono and Associates. Berikut jawaban lengkapnya:
Untuk menjawab pertanyaan ini, kami akan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP.
Tenaga Kerja Sesuai tujuan Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santuan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meniggal dunia dengan demikian setiap tenaga kerja berhak atas jaminan social tenaga kerja dan sifatnya wajib sebagaimana diatur dalam pasal 17 Pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut dalam program Jamsostek
Jamsostek pada dasarnya metafora dari Asuransi sosial, karena cara pengelolaan Jamsostek mirip dengan pengelolaan asuransi, dimana dalam Jamsostek juga ada peralihan resiko berupa jaminan kecekelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan
Dalam asuransi/jamsostek agar mendapatkan perlindungan resiko yang mungkin akan terjadi (Kecelakaan kerja,kematian,kesehatan) dan atau pasti terjadi (hari tua) dalam hubungan kerja harus membayar premi atau dalam Bahasa Jamsostek iuran.
Pembayaran iuran/premi dalam hubungan kerja, tidak semua dibebankan kepada pengusaha tetapi juga tenaga kerja harus membayar dengan cara dipotong dari upahnya. Pengusaha diwajibkan menanggung iuran jaminan Kecelakaan kerja,kematian,kesehatan sedangkan Tenaga kerja ikut membayar sebagian untuk jaminan hari tua dan sebagian masih kewajiban Pengusaha.
Hubungan hukum dalam masalah ini terdapat 3 pihak yaitu Pengusaha, Tenaga Kerja dan Pengelola Jamsostek. Tetapi terkait perjanjian Jamsostek hanya Pengusaha dan Pengelola Jamsostek.
Hal tersebut dapat dilihat apabila tenaga kerja akan mengajukan manfaat Jamsostek harus mendapat persetujuan (Surat Pengantar dari Pengusaha). Pembayaran iuran/premi tidak bisa dilakukan sendiri oleh tenaga kerja tetapi harus Pengusaha dari uang dari sebagai kewajiban dan pungutan dari tenaga kerja.
Sesuai pertanyaan, mengingat putusan hubungan kerja di tengah jalan (dirumahkan) maka tenaga kerja hanya dapat mengambil/mengajukan jaminan hari tua dengan prosentase yang diatur oleh Jamsostek yang biasanya sebelum perjanjian (sebelum menjadi perserta jamsostek) sudah dijelaskan kepada Pengusaha.
Lalu bagimana kalau uang iuran tidak dibayarkan oleh Pengusaha kepada Jamsostek, apakah masuk perdata atau pidana?
Apabila mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, di mana Pengusaha tidak melaksanakan kewajiban iuran yang diperintahkan pasal 22, Pengusaha wajib membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga kerja.
Dengan demikian resiko dari Pengusaha yang tidak membayar iuran jamsostek masuk dalam hukum pidana khusus yakni hanya masuk pidana Pelanggaran sebagimana diatur dalam pasal 29 yang berbunyi sebagai berikut :
1. Barang siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1); dan Pasal 26, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
2. Dalam hal pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kedua kalinya atau lebih, setelah putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pelanggaran tersebut dipidana kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan.
3. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran
Sedangkan terkait dari pungutan uang dari gaji tenaga kerja tiap bulannya yang seharusnya untuk membayar sebagian iuran jaminan hari tua tidak dibayarkan oleh Pengusaha atau dalam bahasa sederhana pengusaha (seseorang) yang dititipi uang untuk diserahkan kepada orang lain (Jamsostek) tetapi tidak diserahkan (baik sebagian atau seluruhnya). Pengusaha dapat dikenakan pidana umum (KUHP) dan masuk dalam unsur tindak pidana Penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain , tetapi yang ada dalam kekuasaannya , bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”.
Setelah dilakukan pembayaran oleh Pengusaha kepada Jamsostek setelah ada penolakan klaim yang diajukan karyawannya pada dasarnya tidak menghapus tindakan pidana. Karena yang harus dijadikan dasar adalah pada saat karyawan mengajukan klaim ke Jamsostek tetapi ditolak oleh Jamsostek dengan alasan iuran/premi tidak dibayar, sejak penolakan itu pidana terjadi, maka walau kemudian Pengusaha membayar iuran setelah ada penolakan claim dari karyawan maka proses pidana dapat dilanjutkan, sebagaimana aturan yang diuraikann di atas.
Bagaimana seharusnya penyelesaiannya? Hal ini tergantung dari yang dirugikan (karyawan). Mau menempuh pidana atau dengan perdamaian ganti rugi.
Demikian jawaban terkait pertanyaan tersebut dan semoga bermanfaat.
Tim Hukum Hendropriyono and Associates
Raden Suparman, S.H., M.H.
Gedung Arthagraha lantai 30SCBD
Jalan Jenderal Sudirman Kav.52-53 Jakarta Selatan
====
detik’s Advocate adalah rubrik baru di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya dan akan ditayangkan di detikcom, baik dalam bentuk artikel ataupun visual.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email:
redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Salam
Tim Pengasuh detik’s Advocate
Simak juga video ‘Menaker: Jika Ada Relaksasi Jamsostek, Perusahaan Wajib Bayar THR Karyawan’:
(asp/zap)