Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membongkar kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil penjualan obat ilegal. Penyidik membekuk satu tersangka atas nama Dianus Pionam alias DP, dan menyita uang hasil kejahatan sebanyak Rp 531 miliar.

Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan, kasus ini terbongkar hasil kolaborasi Polri dengan PPATK.

“Kasus ini merupakan join investigasi antara Bareskrim Polri dengan PPATK. Selama ini penindakan TPPU masih belum sesuai harapan. Oleh karena itu, sesuai arahan Menkopolhukam kita jaga untuk menindak TPPU apa yang berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi sangat besar,” ujar Agus, di Bareskrim Polri, Kamis (16/9/2021).

Dikatakan Agus, kasus TPPU ini terbongkar bermula dari pengungkapan perkara di wilayah Mojokerto. “Di mana ada korban yang meninggal dunia karena konsumsi obat, sehingga dilakukan penyidikan sampai kepada aktor (tersangka DP) yang mengimpor obat dari luar negeri secara ilegal, kemudian mengedarkan,” ungkapnya.

Agus menyampaikan, berdasarkan hasil penelusuran terhadap rekening tersangka DP, didapati uang senilai Rp 531 miliar yang diduga merupakan hasil kejahatan penjualan obat ilegal.

“Dari penelusuran terhadap rekening-rekening yang bersangkutan ada sembilan bank, bisa kita telusuri ada 531 miliar yang dapat kami sita untuk proses penyidikan lebih lanjut,” katanya.

Menurut Agus, tersangka DP telah menjalankan aksinya sejak tahun 2011 hingga 2021. “Tersangka DP nggak kerja, dia juga nggak punya keahlian di bidang farmasi, dia nggak memiliki perusahaan yang bergerak di farmasi. Namun dia jalankan kegiatan obat-obatan dan mengedarkan tanpa izin edar BPOM,” jelasnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengapresiasi jajaran Bareskrim Polri dan PPATK yang berhasil mengungkap kasus TPPU hasil penjualan obat ilegal ini.

“Terima kasih sekaligus apresiasi setinggi-tingginya kepada jajaran Bareskrim Polri dan PPATK yang telah bersinergi dengan baik dan berkolaborasi dengan melakukan join investigation, dan mengungkap tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana obat ilegal, dengan hasil sitaan 531 miliar rupiah. Orangnya sudah diamankan,” katanya.

Mahfud menuturkan, selama ini sering kali banyak keluhan tentang tindak pidana pencucian uang dari masyarakat, namun yang ditangani dan ditangkap tidak banyak.

“Kali ini Kabareskrim Polri membuktikan bahwa itu bisa dilakukan. Yang mengagetkan memang ini baru satu orang, nilai uangnya besar. Padahal di Indonesia yang melakukan kayak begini di berbagai tempat, laut, hutan, pertambangan, dan berbagai sektor itu diduga banyak. Sehingga dengan demikian, ini bisa jadi momentum kepada kita semua untuk melangkah lebih lanjut dan kompak seperti yang dilakukan oleh Polri dan PPATK dalam kasus ini,” katanya.

Mahfud menegaskan, pengungkapan perkara TPPU merupakan bagian dari komitmen pemerintah dari sisi penegakan hukum dalam upaya pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi.

“Saat ini pemerintah bekerja serius melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap bisnis ilegal yang dapat merugikan masyarakat dan negara,” ucapnya.

Mahfud menambahkan, pengungkapan kasus ini dapat memberikan dampak positif bagi kesiapan Indonesia dalam menghadapi Mutual Evaluation Review (MER) oleh Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering, organisasi internasional soal pencucian uang yang berkedudukan di Paris.

“Kita akan jadi anggota, untuk jadi anggota salah satunya harus punya prestasi-prestasi di dalam menangani TPPU. Itu bukan syarat satu-satuya, tapi itu beri grade sendiri agar kita bisa menjadi anggota penuh,” tandasnya.

Dirtipideksus Bareskrim, Brigjen Helmy Santika, mengatakan, tersangka DP saat ini sudah menjalani proses peradilan atau persidangan di Mojokerto, terkait kasus mengedarkan obat-obatan tanpa izin edar. Salah satu obat yang dijual ilegal adalah obat aborsi Cytotec.

“Di antara 31 obat-obatan tadi, satu jenis obat yang sangat dilarang, sudah tidak boleh beredar di Indonesia namanya Cytotec. Ini obat untuk aborsi,” katanya.

Menurut Helmy, obat yang dijual tersangka merupakan obat asli, bukan palsu. “Jadi ini bukan obat palsu, ini obatnya asli. Yang salah adalah cara memasukkannya, kemudian dia jual, dia tidak punya izin dan sebagainya. Artinya kami tidak masuk pada persoalan apakah ini palsu atau tidak, tapi caranya,” tambahnya.

Helmy mengungkapkan, tersangka DP mendapatkan keuntungan 10% hingga 15% dalam menjalankan bisnis ilegalnya. Keuntungannya itu, kemudian disimpan di dalam sembilan rekening. Selain itu, uang ditempatkan dalam bentuk deposito, asuransi, reksadana, ORI, dan lainnya, sehingga aliran uang sulit atau tidak dapat diketahui.

Helmy menambahkan, tidak hanya uang Rp 531 miliar, Polri juga menyita aset milik DP yang diduga merupakan hasil kejahatan berupa rumah mewah di Pantai Indah Kapuk, mobil sport hingga apartemen.

“Yang sedang on going kita juga insyaallah dapat menyita sejumlah aset. Ada mobil sport, kemudian dua unit rumah di Pantai Indah Kapuk, kemudian apartemen, dan tanah, serta tidak menutup kemungkinan aset-aset yang lain karena masih berkembang terus,” katanya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Kemudian, Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat (1) UU Kesehatan, dengan pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 1,5 miliar, juncto Pasal 64 KUHP dan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 juncto Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sumber: BeritaSatu.com

Artikel sebelumyaPolri Punya 8 Jenderal Baru, Salah Satunya Achmad Kartiko
Artikel berikutnyaPolri Sebut Pelibatan Brimob Kawal Kontingen PON Kewenangan Masing-Masing Daerah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments