Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri mengungkap 3 kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil penjualan narkotika dan produksi obat-obatan ilegal. Dari ketiga kasus tersebut Dittipidnarkoba Bareskrim menyita barang bukti senilai Rp 338.829.300.000 (338,8 M).
“Pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal itu masalah narkotika baik jenis ekstasi, kemudian sabu dan kasus yang ketiganya adalah peredaran gelap obat ilegal,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (16/12/2021).
Pada kasus ini, polisi telah menetapkan 7 orang menjadi tersangka. Polisi juga menyita uang dan aset dalam kasus TPPU hasil penjualan narkoba ini.
“Dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Bareskrim Polri, dari tiga kasus tersebut telah mengungkap dengan tersangka 7 orang dan juga barang bukti lain yang disita berupa uang dan aset. Jika dijumlahkan mencapai Rp 338 miliar,” ujarnya.
Berikut ini detail 3 Kasus TPPU narkotika tersebut.
1. TPPU hasil penjualan narkotika jenis Ekstasi
Kasus pertama dengan tersangka ARW (58). ARW saat ini berada di Lapas Nusakambangan dia divonis bersalah pada kasus narkoba pada 2017. Kini polisi mendalami dugaan TPPU yang dilakukan ARW terkait narkoba pada rentang waktu 2002 hingga 2017.
“Kasus pokoknya sudah divonis, nah kita melanjutkan dengan TPPU. Kami menemukan bahwa meski 2017 terungkap, kami menekan waktu yang bisnis narkoba jenis ekstasi mengedarkan di tempat dia bekerja dan jabatan saat ditangkap sebagai manajer (di tempat hiburan malam),” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Krisno H. Siregar.
ARW pernah ditangkap dalam kasus narkoba pada 2002 dan bebas pada 2005. Setelah dinyatakan bebas, ARW kembali bekerja di tempat hiburan malam yang sama pada 2007 sebagai manajer.
“Itu kasus pertama 2002 pernah diungkap rekan Polda Bali, dia keluar dan kerja di tempat yang sama,” katanya.
Pada 2017, Bareskrim Polri menangkap ARW karena melakukan tindak pidana narkoba jenis ekstasi. Saat penangkapan itu polisi menyita 20 butir ekstasi.
“Kami ungkap saat itu BB 20 ribu butir ekstasi, kami melakukan penyitaan berupa rumah dan aset tanah yang tersebar di Medan berbentuk ruko, ada di provinsi Bali, Denpasar, Badung, dan ada yang di NTB,” katanya.
Dalam kasus ini, barang bukti yang diamankan adalah uang senilai Rp 3.633.045.300 (miliar) sementara aset berupa tanah dan bangunan senilai Rp 294.900.000.000 (miliar).
Krisno mengatakan, dari kasus 2002 dan 2017 tersebut, pihaknya mengembangkan kasus tersebut dengan menerapkan TPPU.
“Nah, kami sudah melakukan penyitaan dan kasus ini saat ini sedang berproses, mudahan waktu singkat bisa P21,” katanya.
2. TPPU hasil penjualan narkotika jenis sabu
Krisno mengatakan kasus kedua dengan tersangka HS (39). Kasus ini terungkap saat polisi mengembangkan kasus seusai penangkapan 2 kurir di Pelabuhan Bakauheni, Lampung.
Setelah menangkap 2 kurir itu, polisi melakukan penyelidikan. Hasilnya, kedua kurir dikendalikan oleh HS.
“Pada saat itu saya mengatakan pada saat rilis sari sekian tersangka yang tergelar ada salah satu tersangka kami TPPU inisial HS. Peran pengendali kurir,” kata Krisno.
Krisno mengatakan HS telah melakukan bisnis sabu sejak 2015 hingga 2021. Polisi juga menyita uang dan aset dari HS.
“Pada saat itu saya mengatakan pada saat rilis sari sekian tersangka yang tergelar ada salah satu tersangka kami TPPU inisial HS. Peran pengendali kurir,” kata Krisno.
Krisno mengatakan HS telah melakukan bisnis sabu sejak 2015 hingga 2021. Polisi juga menyita uang dan aset dari HS.
“Yang bersangkutan bisnis sejak 2015 sampai 2021 itu, kami menyita beberapa aset ada berupa rumah di salah satu perumahan di Medan, lalu mobil Lexus jenis Harier zaman dulu, Trinton, dan banyak berupa tanah dan bangunan, dan juga rekening yang digunakan sebagai sarana transaksi pembayaran narkoba,” katanya.
Krisno mengatakan pihaknya masih terus mendalami kasus ini. Mengenai dugaan TPPU ini, Bareskrim, kata dia bekerja sama dengan PPATK.
“Beberapa kali kami terus berkoordinasi dengan teman-teman BPN. Yang pasti saat penyelidikan TPPU, keberadaan PPATK segitu penting sebagai tim yang menganalisa transaksi yang mencurigakan tersebut,” jelasnya.
Barang bukti yang diamankan adalah aset berupa tanah, bangunan, dan mobil senilai Rp 9.829.300.000 (miliar). Lokasi aset-aset tersebut di antaranya terletak di Medan, Blangpulo, Batuplat, dan Lhoksumawe.
3. TPPU hasil produksi dan peredaran gelap obat ilegal
Kasus ketiga adalah TPPU terkait produksi dan peredaran gelap obat ilegal. Dalam kasus sini, polisi menetapkan 5 orang sebagai tersangka dengan inisial SD, DSR, EP alias Y, LFS alias C, dan FT. Tempat kejadian perkara (TKP) kasus ini di Yogyakarta dan Bandung.
“Kasus produksi peredaran gelap obat-obat keras ilegal di dua pabrik di Yogya tepatnya di Bantul dan Sleman. Ada lima tersangka sebagai pihak pihak yang dapat untung paling besar dari transaksi gelap peredaran obat ilegal tersebut,” kata Krisno.
Krisno mengatakan polisi menemukan uang senilai 2 juta dolar Singapura dari salah satu tersangka. Polisi juga mengamankan Rp 2,75 miliar dalam waktu yang sama.
“Kami mendapatkan uang dari salah satu tersangka 2 juta dolar Singapura, pada saat bersamaan ada juga Rp 2,75 miliar, lalu juga beberapa rekening ditarik dan kami berhasil mengamankan,” katanya.
Barang bukti yang diamankan adalah uang senilai Rp 26.437.653.283 (miliar) sementara aset berupa tanah, bangunan, dan mobil senilai Rp 4.100.000.000 (miliar). Lokasi aset-aset tersebut diantaranya terletak di Gamping Kab. Sleman DIY.
“Terhadap kasus ini kami juga menyita beberapa aset baik berupa tanah yang berada di Jabar Kawarang, rumah dari saudara JW di Yogya, rumah dan bangunan yang memang kami yakni ini diperoleh dari produksi obat-obat ilegal,” katanya.