ArahKompas.com –Â Setiap tanggal 14 Agustus, masyarakat Indonesia memperingati Hari Pramuka dengan penuh semangat. Hari ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga momen untuk mengenang dan merayakan sejarah panjang Gerakan Pramuka di Indonesia. Kegiatan Pramuka, yang telah menjadi bagian dari pendidikan di tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, menyimpan banyak makna dan kenangan bagi generasi muda.
Gerakan Pramuka, seperti yang dikutip dari laman resmi Pramuka pada Rabu (14/8/2024), memiliki akar sejarah yang dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1912, sekelompok pandu di Batavia, yang kini dikenal sebagai Jakarta, mulai melakukan latihan. Organisasi ini kemudian bergabung dengan Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO), sebuah cabang dari organisasi kepanduan Belanda.
Pada tahun 1914, organisasi tersebut resmi berdiri sendiri dengan nama Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV), atau Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda. Pada periode awal, mayoritas anggotanya adalah pandu keturunan Belanda. Namun, pada tahun 1916, Mangkunegara VII, pemimpin Keraton Solo, membentuk Javaansche Padvinders Organisatie yang kemudian menjadi cikal bakal dari berbagai organisasi kepanduan di Indonesia.
Seiring dengan waktu, berbagai organisasi kepanduan dengan basis agama dan kesukuan muncul, seperti Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan), Nationale Padvinderij, dan Kepanduan Bangsa Indonesia. Pada tahun 1934, Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, beserta keluarganya mengunjungi organisasi kepanduan di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Pengunjung dari luar negeri ini turut menyaksikan keaktifan dan kemajuan kepanduan di Hindia-Belanda.
Gerakan Pramuka di Indonesia terus berkembang. Pada tahun 1941, di Yogyakarta diadakan All Indonesian Jamboree, dan pada 1945 diadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta. Kongres ini menghasilkan Pandu Rakyat Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia. Namun, setelah Belanda kembali melakukan agresi militer pada 1948, Pandu Rakyat dilarang berdiri di wilayah yang dikuasai Belanda, sehingga muncul berbagai organisasi baru seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI) dan Pandu Puteri Indonesia (PPI).
Baca juga: Investasi IKN Capai Rp56,2 Triliun, Jokowi Paparkan Rencana Pembangunan
Pada akhirnya, Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX menginisiasi penggabungan berbagai organisasi kepanduan dalam satu wadah. Inisiatif ini diumumkan pada awal Oktober 1959 dan disahkan pada 9 Maret 1961 dengan penetapan nama Gerakan Pramuka. Penggabungan ini dikenal sebagai Hari Tunas Gerakan Pramuka. Pada 20 Mei 1961, Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 diterbitkan, menandai Hari Permulaan Tahun Kerja Gerakan Pramuka. Selanjutnya, pada 20 Juli 1961, para wakil organisasi kepanduan mengeluarkan pernyataan di Istana Olahraga Senayan untuk melebur dalam Pramuka, yang dikenal sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.
Puncak dari serangkaian peristiwa ini terjadi pada 14 Agustus 1961, ketika Gerakan Pramuka diperkenalkan secara resmi kepada masyarakat. Upacara perkenalan tersebut diadakan di halaman Istana Negara, di mana Presiden Soekarno menyerahkan Panji Pramuka kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang kemudian menjadi Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka pertama. Panji tersebut dibawa oleh barisan Pramuka keliling kota Jakarta, menandai hari tersebut sebagai Peringatan Pramuka yang diperingati setiap tahunnya.
Dengan berbagai kegiatan pramuka yang menyenangkan dan kenangan indah yang dihasilkan, Hari Pramuka bukan hanya merayakan sejarah panjang dan kontribusi kepanduan di Indonesia, tetapi juga mengingatkan kita akan semangat kepemudaan dan nilai-nilai yang diajarkan oleh Gerakan Pramuka. Sejak awal mula hingga hari ini, Gerakan ini terus berkomitmen untuk membentuk karakter dan mengobarkan semangat kepemudaan di kalangan generasi muda Indonesia.
Sumber: Okezone.